Senin, 13 Juni 2011

TIPOLOGI LAHAN PASANG SURUT


I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Provinsi Jambi mempunyai luas lahan rawa  seluas 684.000 Ha (12 % dari luas Provinsi Jambi) yang berpotensi dikembangkan menjadi lahan pertanian. Dari luas lahan rawa yang ada, telah dibuka dan berpotensi  sebagai lahan pertanian seluas 252.383 Ha yang terdiri dari rawa pasang surut seluas 211.362 Ha dan rawa non pasang surut (rawa lebak) seluas 41.021 Ha. Pada  tahun 2004 lahan rawa yang telah dikembangkan mencapai 109.963 Ha yang mana masing-masing lahan rawa pasang surut seluas 103.862 Ha dan rawa non pasang surut seluas 6.101 Ha. Luas lahan rawa yang sudah dikembangkan sampai dengan tahun 2006 adalah seluas 121.283 Ha meliputi 115.392 Ha rawa pasang surut dan 5.891 Ha rawa non pasang surut. Dari lahan rawa pasang surut itu, sebagian besar berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu seluas 82.813 Ha, (Bambang Hidayah, 2009).
Desa Remau Bako Tuo yang memilik luas ± 3103 Ha, termasuk ke dalam Kecamatan Sadu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Daerah ini  merupakan salah satu desa yang memiliki lahan rawa pasang surut yang berada pada dataran rendah serta di dominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan rentan terhadap bahaya banjir pasang surut air laut serta sungai kecil dan tanah yang terbentuk pada wilayah ini di dominasi oleh jenis tanah Gley Humus Rendah dan Organosol. Berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan dibagian Timurnya, menunjukkan bahwa lahan pertanian di desa ini  baik secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh air asin akibat pasang surut air laut yang kemungkinan besar proses tersebut mempengaruhi tingkat kadar garam (salinitas) tanah dan sebagai faktor pembatas dalam pengembangan komoditi pertanian.
Berdasarkan Peta Jenis Tanah Kabupaten Tanjung Jabung Timur jenis tanah yang terbentuk di Desa Remau Baku Tuo adalah jenis tanah Organosol, Gley Humus Rendah dan Rawang Laut (Labratorium Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, 2006). Berdasarkan pengamatan di lapangan pada daerah penelitian di daerah bibir pantai, adanya peyusupan air laut pada lahan kemungkinan akan terbentuknya tanah sulfat masam atau sulfat masam potensial pada daerah marin dan semakin jauh dari bibir pantai atau belakang pantai yang tergenang ditemukannya lapisan gambut pada lahan tesebut yang kemungkinan tipologi lahan yang terbentuk yaitu tipologi lahan gambut dan bergambut.
Melihat keberadaan penggunaan lahan dalam jangka waktu yang lama serta penerapan teknologi yang tidak sesuai dengan pengelolaan, mengakibatkan kondisi lahan pertanian menjadi bermasalah seperti mengganggu keseimbangan alamiah lahan rawa (pembuatan saluran drainase), naiknya lapisan pirit ke permukaan tanah (teroksidasinya pirit) serta penurunan muka air tanah pada lahan, dan rendahnya kesuburan tanah. Kejadian tersebut apabila terjadi pada lahan rawa memungkinkan  terjadinya perubahan tipologi lahan pada lahan pertanian, seperti perubahan lahan bergambut menjadi sulfat masam serta meningkatnya salinitas akibat adanya proses pengikisan akibat  pasang surut air laut.
Berdasarkan hasil survei lapangan, bahwa daerah penelitian ini telah terjadi pembuatan saluran drainase dengan rata-rata kedalaman sekitar 3 m dan pengolahan lahan yang bila penanganannya tidak secara hati-hati akan mengakibatkan permasalahan yang semakin kompleks. Pada lahan penelitian ini, pembuatan saluran drainase yang terjadi mengakibatkan penurunan muka air tanah yang melebihi kedalaman pirit sehingga dulunya dalam keadaan tergenang sekarang menjadi tebuka (timbul ke permukaan) dan tidak tergenang lagi. Akibat dari pembuatan drainase tersebut kemungkinan akan terjadi perubahan tipologi lahan yang dulunya “sulfat masam potensial” menjadi “sulfat masam aktual”. Akibat terjadinya perubahan tipologi lahan tersebut dengan teroksidasinya lapisan pirit maka akan berakibat pada rendahnya pH tanah , akibat  penurunan pH tanah, terjadi keracunan pada tanaman serta penurunan kesuburan tanah akibat hilangnya basa-basa tanah.
Subagyo H, 2004, akibat penurunan air tanah, pirit yang berada di tanah bagian atas ikut terbuka (exposed) di lingkungan yang aerob, dan mengalami oksidasi, menghasilkan asam sulfat dan senyawa besi bebas bervalensi 3 (Fe-III). Hasil akhirnya merupakan tanah bereaksi masam ekstrim (pH <3,5), dan banyak mengandung ion-ion sulfat (SO4), besi bervalensi 2 (Fe-II), dan aluminium (Al3+). Tanah  bereaksi masam ekstrim yang banyak mengandung ion sulfat ini disebut tanah sulfat masam, atau “acid sulphate soil”.
 Desa Remau Bako Tuo dengan tata penggunaan lahan saat ini meliputi tanaman kelapa dan padi yang dikembangkan oleh masyarakat. Berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara di lapangan, lahan yang telah dimanfaatkan untuk tanaman pangan telah banyak yang ditinggalkan karena biaya produksi tanaman yang tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh. Data dari berbagai tahun terlihat bahwa terjadi pengurangan lahan luas panen dan produksi tanaman padi di Kecamatan Sadu dengan luas panen 5.796 ha memproduksi padi sebesar 14.797 ton pada tahun 2004, tahun 2005  luas panen 3.544 ha memproduksi padi sebesar 14.797 ton, sedangkan tahun 2006 dengan luas panen sebesar 3.215 memproduksi padi sebesar 7.575 ton, luas panen 2.241 dengan produksi padi 5.403 ton pada tahun 2007. sedangkan pada tahun 2008 dengan luas lahan 2.188 Ha dengan produksi 5.178 ton.( Badan Pusat Statistik Jambi, 2008).
Penataan lahan di wilayah pasang surut adalah salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan secara optimal, sesuai dengan kondisi tipologi lahan dan tipe luapan setempat, dalam penataan lahan tercakup cara untuk menentukan sistem pengelolaan lahan dan tata air yang merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan  dalam pengembangan pertaniaan di lahan pasang surut (Wahyunto, S.Ritung, Suparto, H.Subagjo, 2005).
Untuk pelestarian sumber daya alam dan berkelanjutan pemanfaatannya, pengembangan pertanian lahan pasang surut dalam suatu kawasan luas memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat dan hati-hati (Widjaja, A, Suriadikarta, D.A, Sutriadi, M.T, Subiksa, I.G.M, Suastika, I.W, 2000).
Dengan harapan dari penelitian ini dapat menjadi pedoman mengenai tipologi lahan, status kesuburan dan kendala pengembangan lahan di Desa Remau Baku Tuo serta sebagai landasan dalam pengembangan pertanian berorientasi pada tipologi lahan kedepannya.
Memperhatikan faktor penyebab diatas maka data dan informasi lahan di Desa Remau Baku Tuo perlu di tinjau karena kemungkinan tidak relevan lagi untuk digunakan sebagai pedoman perencanaan dan pengembangan pertanian.
Berdasarkan paparan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian denga judul  TIPOLOGI LAHAN PASANG SURUT DAN STATUS KESUBURAN TANAH DI DESA REMAU BAKU TUO, KECAMATAN SADU, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR”.

1.2  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran tipologi lahan  secara spasial dan status kesuburan kimia tanah pada daerah penelitian.

1.3. Kegunaan Penelitian
            Adapun kegunaan dari penelitian ini :
1.Merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan  tingkat sarjana (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
2.Memberikan informasi bagi pemerintah atau instansi terkait bahkan masyarakat dalam usaha pengembangan pertanian yang terwujud dalam usaha tani yang efisien, produktif dan berkelanjutan di Desa Remau Baku Tuo pada khususnya dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada umumnya.