I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Jambi mempunyai luas
lahan rawa seluas 684.000 Ha (12 % dari
luas Provinsi Jambi) yang berpotensi dikembangkan menjadi lahan pertanian. Dari
luas lahan rawa yang ada, telah dibuka dan berpotensi sebagai lahan pertanian seluas 252.383 Ha
yang terdiri dari rawa pasang surut seluas 211.362 Ha dan rawa non pasang surut
(rawa lebak) seluas 41.021 Ha. Pada
tahun 2004 lahan rawa yang telah dikembangkan mencapai 109.963 Ha yang
mana masing-masing lahan rawa pasang surut seluas 103.862 Ha dan rawa non pasang
surut seluas 6.101 Ha. Luas lahan rawa yang sudah dikembangkan sampai dengan
tahun 2006 adalah seluas 121.283 Ha meliputi 115.392 Ha rawa pasang surut dan
5.891 Ha rawa non pasang surut. Dari lahan rawa pasang surut itu, sebagian
besar berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu seluas 82.813 Ha, (Bambang
Hidayah, 2009).
Desa Remau Bako Tuo yang memilik luas ± 3103 Ha, termasuk ke dalam Kecamatan Sadu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi. Daerah ini merupakan
salah satu desa yang memiliki lahan rawa pasang surut yang berada pada dataran
rendah serta di dominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan rentan terhadap
bahaya banjir pasang surut air laut serta sungai kecil dan tanah yang terbentuk
pada wilayah ini di dominasi oleh jenis tanah Gley Humus Rendah dan Organosol.
Berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan dibagian Timurnya, menunjukkan
bahwa lahan pertanian di desa ini baik
secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh air asin akibat pasang
surut air laut yang kemungkinan besar proses tersebut mempengaruhi tingkat
kadar garam (salinitas) tanah dan sebagai faktor pembatas dalam pengembangan
komoditi pertanian.
Berdasarkan Peta Jenis Tanah Kabupaten Tanjung
Jabung Timur jenis tanah yang terbentuk di Desa Remau Baku Tuo adalah jenis
tanah Organosol, Gley Humus Rendah dan Rawang Laut (Labratorium
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, 2006).
Berdasarkan pengamatan di lapangan pada daerah penelitian di daerah bibir
pantai, adanya peyusupan air laut pada lahan kemungkinan akan terbentuknya
tanah sulfat masam atau sulfat masam potensial pada daerah marin
dan semakin jauh dari bibir pantai atau belakang pantai yang tergenang
ditemukannya lapisan gambut pada lahan tesebut yang kemungkinan tipologi lahan
yang terbentuk yaitu tipologi lahan gambut dan bergambut.
Melihat keberadaan penggunaan lahan dalam jangka
waktu yang lama serta penerapan teknologi yang tidak sesuai dengan pengelolaan,
mengakibatkan kondisi lahan pertanian menjadi bermasalah seperti mengganggu
keseimbangan alamiah lahan rawa (pembuatan saluran drainase), naiknya lapisan
pirit ke permukaan tanah (teroksidasinya pirit) serta penurunan muka air tanah
pada lahan, dan rendahnya kesuburan tanah. Kejadian tersebut apabila terjadi
pada lahan rawa memungkinkan terjadinya
perubahan tipologi lahan pada lahan pertanian, seperti perubahan lahan
bergambut menjadi sulfat masam serta meningkatnya salinitas akibat adanya
proses pengikisan akibat pasang surut
air laut.
Berdasarkan hasil survei lapangan, bahwa daerah
penelitian ini telah terjadi pembuatan saluran drainase dengan rata-rata
kedalaman sekitar 3 m dan pengolahan lahan yang bila penanganannya tidak secara
hati-hati akan mengakibatkan permasalahan yang semakin kompleks. Pada lahan
penelitian ini, pembuatan saluran drainase yang terjadi mengakibatkan penurunan
muka air tanah yang melebihi kedalaman pirit sehingga dulunya dalam keadaan
tergenang sekarang menjadi tebuka (timbul ke permukaan) dan tidak tergenang
lagi. Akibat dari pembuatan drainase tersebut kemungkinan akan terjadi
perubahan tipologi lahan yang dulunya “sulfat masam potensial” menjadi “sulfat
masam aktual”. Akibat terjadinya perubahan tipologi lahan tersebut dengan
teroksidasinya lapisan pirit maka akan berakibat pada rendahnya pH tanah ,
akibat penurunan pH tanah, terjadi
keracunan pada tanaman serta penurunan kesuburan tanah akibat hilangnya
basa-basa tanah.
Subagyo H, 2004, akibat penurunan air tanah, pirit
yang berada di tanah bagian atas ikut terbuka (exposed) di lingkungan
yang aerob, dan mengalami oksidasi, menghasilkan asam sulfat dan senyawa besi
bebas bervalensi 3 (Fe-III). Hasil akhirnya merupakan tanah bereaksi masam
ekstrim (pH <3,5), dan banyak mengandung ion-ion sulfat (SO4),
besi bervalensi 2 (Fe-II), dan aluminium (Al3+). Tanah bereaksi masam ekstrim yang banyak mengandung
ion sulfat ini disebut tanah sulfat masam, atau “acid sulphate soil”.
Desa Remau
Bako Tuo dengan tata penggunaan lahan saat ini meliputi tanaman kelapa dan padi
yang dikembangkan oleh masyarakat. Berdasarkan pengamatan langsung dan
wawancara di lapangan, lahan yang telah dimanfaatkan untuk tanaman pangan telah
banyak yang ditinggalkan karena biaya produksi tanaman yang tidak sesuai dengan
hasil yang diperoleh. Data dari berbagai tahun terlihat bahwa terjadi
pengurangan lahan luas panen dan produksi tanaman padi di Kecamatan Sadu dengan
luas panen 5.796 ha memproduksi padi sebesar 14.797 ton pada tahun 2004, tahun
2005 luas panen 3.544 ha memproduksi
padi sebesar 14.797 ton, sedangkan tahun 2006 dengan luas panen sebesar 3.215
memproduksi padi sebesar 7.575 ton, luas panen 2.241 dengan produksi padi 5.403
ton pada tahun 2007. sedangkan pada tahun 2008 dengan luas lahan 2.188 Ha
dengan produksi 5.178 ton.( Badan Pusat Statistik Jambi, 2008).
Penataan lahan di wilayah pasang surut adalah
salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan secara optimal, sesuai dengan kondisi
tipologi lahan dan tipe luapan setempat, dalam penataan lahan tercakup cara
untuk menentukan sistem pengelolaan lahan dan tata air yang merupakan
faktor-faktor penentu keberhasilan dalam
pengembangan pertaniaan di lahan pasang surut (Wahyunto, S.Ritung, Suparto, H.Subagjo, 2005).
Untuk pelestarian sumber daya alam dan
berkelanjutan pemanfaatannya, pengembangan pertanian lahan pasang surut dalam
suatu kawasan luas memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat dan
hati-hati (Widjaja, A, Suriadikarta, D.A, Sutriadi, M.T, Subiksa, I.G.M,
Suastika, I.W, 2000).
Dengan harapan dari penelitian ini dapat menjadi
pedoman mengenai tipologi lahan, status kesuburan dan kendala pengembangan
lahan di Desa Remau Baku Tuo serta sebagai landasan dalam pengembangan
pertanian berorientasi pada tipologi lahan kedepannya.
Memperhatikan faktor penyebab diatas maka data dan
informasi lahan di Desa Remau Baku Tuo perlu di tinjau karena kemungkinan tidak
relevan lagi untuk digunakan sebagai pedoman perencanaan dan pengembangan
pertanian.
Berdasarkan paparan tersebut,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian denga judul “TIPOLOGI LAHAN PASANG SURUT DAN STATUS
KESUBURAN TANAH DI DESA REMAU BAKU TUO, KECAMATAN SADU, KABUPATEN TANJUNG
JABUNG TIMUR”.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sebaran tipologi lahan secara
spasial dan status kesuburan kimia tanah pada daerah penelitian.
1.3. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini :
1.Merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana
(S1) di Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
2.Memberikan informasi bagi pemerintah atau
instansi terkait bahkan masyarakat dalam usaha pengembangan pertanian yang
terwujud dalam usaha tani yang efisien, produktif dan berkelanjutan di Desa
Remau Baku Tuo pada khususnya dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada umumnya.