Rabu, 10 Maret 2010

MENGASAH RASA PERCAYA DIRI

MENGATASI GROGI SAAT BICARA DI DEPAN UMUM
Semenjak awal memasuki bangku sekolah pertanyaan ini akan timbul dalam benak semua teman2 sekalian. Bagai mana mengatasi grogi bila berbicara didepan publik atau umum? Mustahil bila pertanyaan ini tidak pernah timbul di benak kita. Hal inilah yang memacu saya untuk mencoba berbagi cara dalam berbicara di depan umum. Mudah-mudahan ini mampu membantu kawan-kawan yang membacanya dan mengalami kendala sama sepeti saya dalam mengungkabkan sesuatu di depan umum. Untuk membedah kejadian ini (Grogi Saat Bicara Di Depan Publik) saya mengunakan 2 pendekatan, yakni pendekatan yang pertama adalah : pendekatan neurologis yakni bagaimana pikiran kita mencerna "keberadaan publik" ato orang-orang di sekitar kita dan pendekatan kedua adalah pendekatan praktis yakni bagaimana kiat-kiat praktis menghadapi grogi.
Pendekatan pertama yaitu pendekatan neurologis (syaraf otak) dalam hal ini bagaimana saraf dan otak kita menanggapi kejadian apabila kita menyampaikan sesuatu. Seseorang akan grogi bahkan sebaliknya apabila respon syaraf yang terjadi di otaknya. Perilaku(grogi, takut, senang dan lain-lain) bentuk respon yang timbul dari pikiran kita. Kalau kita merespon/menanggapi sesuatu yang menakutkan, maka pikiran (syaraf) segera mengolahnya menjadi sebuah ketakutan. Sebaliknya, kalau kita merespon sesuatu yang menyenangkan, maka semua sel-sel dan jutaan syaraf segera mengolahnya menjadi hal yang menyenangkan. Bagai mana respon saudara ketika saudara mampu membayangkan mangga muda? Masam pasti?. bagaimana juga bila saudara diberikan madu yang baru diambil dari sarangnya? Manis bukan?, namun khalayak umum (publik )bukanlah seperti rasa asam dan manis tersebut, melainkan akan ada rasa manis bila...dan ada rasa asam bila....... bila anda menganggap bahwa publik adalah ”menakutkan” maka Syaraf otak segera bekerja untuk menemukan sejumlah alasan negatif untuk meyakinkan bahwa audience itu "menakutkan" atau bahkan sebaliknya. Akan semakin grogi bila kita menafsirkan publik secara negatif seperti beberapa asaumsi alasan berikut:
  • audience terlalu banyak dan banyak orang yang sudah pintar bicara, maka saya kurang pede.
  • audience akan meneriaki "huuuuuuu..?" bila saya salah;
  • saya akan malu bila apa yang saya sampaikan tidak menarik;
Namun akan semakin percaya diri bila anda memandang publik sebagai
  • sekelompok manusia yang sedang memberikan kesempatan baik pada saya untuk bicara;
  • keliru dalam berlatih bicara adalah hal yang wajar yang dialami oleh setiap orang;
  • mereka juga belum tentu memiliki keberanian untuk bicara;
  • kalau pun ia diberi kesempatan bicara ia pasti melakukan kesalahan seperti saya;
  • ini adalah kesempatan terbaik untuk berlatih bicara tdak akan hilang kesempatan ini.
Dengan kata lain, audiene bukan menjadi beban pikiran selama Anda bicara. Bila penting anda bisa bersikab cuex bebek tapi sopan kepada mereka, apabila publik sudah anda kuasaai maka anda akan semakin fokus terhadap apa yang anda ingin sampaikan atau sebaliknya anda akan semakin grogi bila anda masih memikirkan khalayak yang mendengarkan anda ketika anda menyampaikan sesuatu. Ketika anda “tidak memikirkan publik” dalam menyampaikan sesuatu maka grogi itu akan hilang. Menakutkan atau tidaknya sangat tergantung bagaimana pikiran kita "menafsirkannya". Bila menafsirkannya sebagai hal yang tidak menakutkan, maka pikiran akan lancar, fokus pada topik, bicara pun lancar tanpa beban grogi. Namun yang menjadi cataan adalah kemampua berbicara didepan umum adalah suatu proses bukan langsung mampu melainkan memerlukan proses yang sangat panjang.

Pendekatan kedua yakni pendekatan praktis yakni bagaimana kiat-kiat praktis menghadapi grogi.
Secara praktis ada beberapa cara yang mampu kita gunakan dalam menghindari grogi yakni :
  1. Tingkatkan rasa percaya diri (pede). Kalau kita pede, keberanian meningkat, tetapi kalau belum apa-apa sudah takut dulu, akibatnya sudah grogi dulu sebelum bicara. Meningkatkan rasa pede, coba sebelum bicara, membayang seorang tokoh yang pintar bicara yang menjadi idola Anda dengan jealas. Anggap saja dia merasuk dalam jiwa Anda yang membantu Anda pada saat bicara kemudian anggap dia yang bicara, dan bukan Anda.
  2. Jangan berpikir, benar-salah, bagus-tidak, mutu-tidak selama bicara. Pokoknya, Anda sedang uji nyali, berani atau tidak. Ketika Anda berani mencobanya, berarti nyali Anda hebat. Semakin sering Anda lakukan, semakin kuat nyalinya dan tidak takut lagi. Pokoknya Anda harus berani malu.Alangkah baiknya ditulis dulu topik dan urutan sebelum penyampaiannya. lupa saat bicara menjadikan apa yang disampaikan tidak runtut. akan lebih baik kalau memiliki kebiasaan menulis. Karena dengan menulis adalah cara efektif untuk membuat sebuah "bangunan logika", sebuah bangunan yang masuk akal. Bila Anda terbiasa menuliskan topik-topik yang masuk akal, maka akan membantu pada saat bicara.
  3. Perbanyak membaca. Orang bicara atau menulis, tidak lepas dari kegiatan membaca. Dengan banyak membaca menjadi banyak pengetetahuan yang dapat dijadikan acuan pada saat bicara atau menulis. Kebuntuan dalam bicara terjadi karena tidak saja grogi tetepi juga karena terbatasnya acuan (informasi) yang dimilikinya.
  4. Janganlah menjadi pendiam saat ada diskusi atau debat. Bicaralah, jangan pikirkan Anda menang atau kalah dalam berdebat, tetapi jadikannlah media debat menjadi media pembelajaran dalam mengasah keterampilan bicara. Juga, biasakanlah berdiskusi, jangan hanya menjadi pendengar yang baik (diam saja) tapi Anda harus menjadi pendengar dan pembicara yang baik.
  5. Rajin mengevaluasi diri sehabis bicara. Sebab berbicara merupakan keterampilan proses, maka sebaiknya rajin mengevaluasi diri setiap sehabis bicara. Seringkali kita merasa tidak puas dengan hasil akhir bicara. Selalu ada saja kekurangannya, banyak topik yang lupa tidak tersampaikan. Kekurangan ini harus menjadi catatan untuk tampil lebih baik pada kesempatan berikutnya dan mendatang.
  6. Komitmen untuk terus berlatih. Tiada sukses tanpa latihan terus menerus. Tiada juara tanpa banyak latihan. Tiada bicara tanpa grogi bila hanya tampil (berlatih) satu atau dua kali saja. Bicaralah saat ada kesempatan bicara, karena keterampilan berbicara hanya dapat diperoleh dengan "berbicara" bukan dengan cara "belajar tentang".semato praktik bicara lebih baik dari pada satu ton teori berbicara.
Selamat mencoba. Mudah-mudahan ini bermanfaat bagi yang membaca.....jangan hanya dibaca di praktikan itu hak anda.

Tinggi Iman, Tinggi ilmu, Tinggi pengabdian Kita